Selasa, 08 Desember 2015

TUGAS ETIKA dan MORAL



 TRANSKRIP KEPEMIMPINAN SBY
 

PENDAHULUAN
Berakhirnya  masa orde baru yang   ditandai  dengan   gerakan   reformasi diiringi oleh berbagai tuntutan-tuntutan reformasi. Salah satu tuntutan reformasi adalah demokratisasi disetiap sektor kehidupan termasuk kepemimpinan seorang pemimpin   dalam   hal   ini   presiden   sebagai   kepala   negara.  
Maka   gaya-gaya kepemimpinan   pada   masa   orde   baru   yang   cenderung   bergaya   otoriter   dan militeristik di bawah komando Soeharto sulit untuk diterapkan kembali di era reformasi saat ini karena adanya peningkatan liberalisasi/ kebebasan rakyat dan kebebasan pers yang luas. Karena adanya peningkatan kebebasan dari komponen-komponen penyokong sistem politik Indonesia yang saling mempengaruhi maka akan   menarik   menganalisa   gaya-gaya   kepemimpinan   kepala   negara   di   era reformasi  saat  ini.  Untuk   itu  dalam   tulisan   ini  penulis   akan  menganalisa   kepemimpinan   SBY   dari berbagai  indikator-indikator . 

INDIKATOR POSITIF KEPEMIMPINAN SBY
Tahun 2004 Susilo Bambang Yudhoyono di sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia ke - 6. Didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Pemerintahan Konstitusional secara de facto dan de jure, SBY bisa dengan selamat menjalani pemerintahannya yang pertama sehingga Beliau terpilih kembali menjadi Presiden RI periode 2009 2014.
Berlatar belakang militer dan beberapa kali menjabat sebagai Menteri Kabinet Pemerintahan sebelumnya SBY nampaknya tidak canggung berada di seputar istana. Dibekali tingkat kecerdasan intelektual diatas rata rata, menurut hemat saya, SBY menggunakan pola kepemimpinan wait and see and think a lot then make wisdom. Setiap permasalahan yang dihadapi di tunggu berdasarkan jalannya waktu, tidak ter gesa gesa, banyak melakukan pertimbangan dan kemudian baru menetapkan keputusan yang nuansa kebijakan.
 Berikut beberapa indikator positif SBY dalam masa kepemimpinannya.

·         SBY  Dalam Tipe Militeristik
Pertama saya mengaitkan bahwa SBY bergaya pemimpin yang bertipe militeristik. Hal ini disebabkan karena yang mempengaruhi corak kepemimpinan seseorang bisa berupa  pendidikan dan pengalaman. Dari  segi pendidikan dan pengalaman inilah mengindikasikan bahwa SBY memiliki gaya militeristik karena
SBY merupakan lulusan AKABRI terbaik dan mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, serta meraih pangkat Jendral TNI tahun 2000. Meskipun cukup lama   didunia   militer,   SBY   juga   berkembang   dalam   pendidikan   sipil seperti memperoleh  Master in Management dari Webster University, Amerika Serikattahun 1991. Lanjutan studinya berlangsung di Institut Pertanian Bogor, dan di tahun 2004 meraih Doktor Ekonomi Pertanian. Pada 2005, beliau memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari almamaternya Webster Universityuntuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University di Thailand ilmu politik. SertaSBY dikenal aktif dalam berbagai organisasi masyarakat sipil.  Beliau pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance Reform, suatu upaya bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional untuk meningkatkan tata kepemerintahan di Indonesia.Meskipun SBY telah lama menyesuaikan diri dengan kepemimpinan sipilyang egaliter dan demokratis tetapi budaya militer sebagai dasar pembentukankarakter kepemimpinan SBY tidak bisa hilang begitu saja. Hal ini dapat kita lihatdari beberapa contoh kasus gaya kepemimpinan militeristik SBY yang masih melekat, seperti beberapa kali memarahi menterinya didepan umum, memarahi para  bupati dan walikota seluruh Indonesia yang tidur “takalok” ketika SBYsedang  berpidato.  Kemudian  beberapa  kasus   ketidakharmonisan  SBY   denganwakilnya JK yang terjadi karena kasus yang tidak substansial misalnya masalahprotokoler, kinerja JK yang dianggap melewati kewenangannya sebagai wakil presiden.
·         SBY dan Partai
Posisi SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tidak terlepas dari kepentingan mempertahankan kedudukan sebagai Presiden. Partai Demokrat sebagai partai peserta pemula pada Pemilu 2004 ternyata berhasil mengusung SBY sebagai Presiden RI. Faktor keberhasilan itu terutama karena sosok pribadi SBY. Tim sukses Partai Demokrat berhasil mengambil hati rakyat dengan jargon teraniaya di tengah populernya Presiden Megawati yang saat itu sebagai incumbent
Sepertinya rakyat ketika itu terlena dan kemudian jatuh hati kepada sosok pribadi SBY yang nampaknya bisa diharapkan membawa Indonesia Raya menjadi lebih baik dan lebih maju. Pola pencitraan itu memang berhasil dan SBY dinobatkan menjadi Presiden didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Lima tahun Kabinet Indonesia bersatu bekerja tidak banyak prestasi yang didulang kecuali berhasil meredakan dan meredam konflik konflik di beberapa daerah seperti di Aceh dan Maluku. Bisa jadi keberhasilan mengendalikan situasi keamanan dalam negeri bersebab SBY mampu mengarahkan TNI/Polri untuk bekerja seoptimal mungkin berdasarkan arahan arahan strategis sehingga dalam lima tahun kondisi keamanan dalam negeri bisa dikendalikan.
Pengalihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas (Elpiji) boleh juga dimasukkan sebagai prestasi SBY /JK. Kemampuan Jk mensosialisasikan perubahan mendasar penghematan bahan bakar tersebut kepada masyarakat menyebabkan posisi Wakil Presiden lebih popular disbanding SBY. Beberapa pengamat politik menilai bahwa SBY kurang nyaman dengan kepopuleran JK, sepertinya sinar Beliau agak silau ditengah sinar yang memancar dari sosok JK. Inilah sebabnya ketika Pemilu 2009 kedua pasangan ini pecah kongsi.
SBY memilih Budiono sebagai pasangannya maju ke pilpres 2009. Keberhasilan SBY menduduki kursi pimpinan nasional untuk ke 2 kali nya lebih banyak disebabkan posisi sebagai incumbent serta tidak ada calon Presiden lain ketika itu yang sebanding dengan kualitas SBY. Kabinet Indonesia Bersatu ke 2 bekerja melanjutkan program kerja sebelumnya, hanya saja disayangkan SBY tidak menysusun rencana kerja seperti yang amanatkan oleh UUD 45 berupa Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pola pembangunan nasional sepertinya tidak terarah karena tidak adanya master plan pembangunan jangka panjang dan jangka sedang. Untunglah di 3 tahun terakhir Hatta Rajasa dalam kapasitasnya sebagai Menterti Koordinator Perekonomian menggagas Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai GBHN Pembangunan Indonesia.

·         SBY Politik Luar Negeri
Tampilan SBY di kancah internasional boleh juga di apresiasi sebagasi suatu kinerja positif selama 10 tahun pemerintahan. Indonesia tampil di event event politik tingkat dunia, bahkan sering kali menjadi tuan rumah. Hanya saja masalah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri masih belum tuntas dikerjakan. Terjadi moratorium TKW di Negara Timur Tengah dengan alasan untuk melindungi tenaga kerja tersebut sembari meninjau ulang tentang kualitas TKW yang akan di kirim ke luar negeri. Inilah pokok permasalahan TKW sehingga mereka sering dilecehkan majikan karena kurangnya bekal pengetahuan dan ketrampilan sebagai duta Indonesia.
Satu lagi yang membanggakan dari sosok SBY adalah ketika beliau tampil di kancah internasional. Sosok tubuhnya yang tinggi besar ketika berfoto bersama tokoh tokoh dunia lainnhya, terlihat SBY sebagai etalase bangsa Indonesia yang gagah perkasa dan berwibawa.
·         SBY dan Musik
Akhirnya kita bisa memaklumi kenapa SBY mempunyai hobby menciptakan lagu dan kemudian mendedangkannya. Permakluman itu bisa kita berikan kepada beliau mengingat ditengah beratnya tugas sebagai Presiden, SBY memerlukan suasana rehat dan santai. SBY memilih menyalurkankan kegalauannya dalam bidang musik. Pilihan ini tidak salah dari pada Beliau menyalurkan cerobong asap stress kebidang yang tidak produktif.
Rakyat harus ikhlas menerima kondisi seorang Presiden yang gemar menyanyi, paling tidak para seniman mendapatkan sosok pesohor yang bisa bergabung dengan komunitas seni. SBY pandai bermain gitar diwaktu senggang tanpa mengganggu tugasnya sebagai Presiden, Disamping itu SBY tidak menganjurkan Para Mentri Kabinet bernyanyi ria, hanya saja ada beberapa pembantu dekat Presiden ikut ber olahraga Golf untuk membugarkan stamina seminggu sekali
Sepuluh tahun menjadi dambaan dan harapan 250 juta rakyat bukan pekara mudah. Heterogenitas Bangsa Indonesia baik dari suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) maupun dari tingkah laku rakyat yang sangat beragam dihadapi SBY dengan tenang. Menghadapi heterogenitas tersebut, SBY selalu mengacu kepada pemahaman ideologi Pancasila secara utuh dan meletakkan kepentingan nasional diatas segalanya apalagi kepentiungan pribadi. Masalah masalah pemerintahan dan kenegaraan bisa diselesaikan SBY dengan baik walaupun terkesan agak lamban dalam pengambilan keputusan. Namun jauh dari itu semua, SBY mampu mempertahnkan Indonesia Raya tidak terpecah pecah menjadi negara negara bagian. Inilah nilai plus SBY yang bisa dibanggakan oleh rakyat Indonesia dan bagi dirinya sendiri.
Dalam 10 tahun kepemimpinan SBY jarang sekali emosi dalam menghadapi setiap tekanan kepada diri pribadi atau keluarga. Kalaupun beliau sampai terpancing marah dalam beberapa peristiwa bisa kita maklumi karena sebagai manusia biasa, bisa jadi ketika itu SBY sedang letih atau lelah ditengah kesibukannya yang luar biasa.
Peran Ibu Negara masih dalam batas batas normal, Ibu Ani Yudhoyono tidak aktif mencampuri urusan pemerintahan sehingga SBY sangat Independent dalam melaksanakan pemerintahan. Issue issue yang berkembang terkait masalah keluarga pernah mencuat dengan munculnya sosok Bunda Putri. Namun issue issue itu segera rontok setelah SBY menjelaskan duduk pekara yang sebenarnya di dukung oleh fakta dan data. Semua terpaan itu bisa dihadapi karena memang kemampuan komunikasi verbal SBY diatas rata rata, baik disampaikan dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris.

INDIKATOR NEGATIF KEPEMIMPINAN SBY
Berikut beberapa indikator negaif dalam kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
·         Ketidakpuasan Publik
Untuk pertama kalinya sejak tahun 2009, tingkat kepuasan pemilih atas kinerja Presiden SBY turun di bawah 50%. Bila dibandingkan dengan Survei LSI pada periode januari 2011, tingkat kepuasan atas kinerja SBY di bulan Juni 2011 turun 9.5%, dari 56.7% (Januari 2011) menjadi 47.2% (Juni 2011).
Demikianlah salah satu temuan survei yang dilakukan oleh LSI pada awal Juni 2011 (Pengumpulan data dilakukan pada 1-7 Juni 2011). Sampel diambil secara acak dengan Jumlah responden sebanyak 1200, mewakili 33 provinsi, berdasarkan standard multi-stage random sampling. Wawancara dilakukan dengan tatap muka, sehingga mencakup seluruh populasi dan margin of error sebesar plus minus 2.9%.
Merosotnya tingkat kepuasan publik atas SBY dapat dilihat dari aneka segmen. Bila dilihat dari distribusi pemilih di tingkat desa dan kota, menunjukkan bahwa kepuasan pemilih atas kinerja SBY di kota sebesar 38.9%, jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kepuasan publik di desa sebesar 52.5%. Begitupula dengan kepuasan pemilih pada segmen pendidikan menunjukkan kepuasan publik yang berpendidikan tinggi jauh lebih kecil (39.5%) bila dibandingkan kepuasan publik setingkat SLTP ke bawah (di atas 50%). Itu berarti, pemilih di kota dibandingkan di desa dan yang berpendidikan tinggi dibandingkan yang berpendidikan SLTP ke bawah, memang lebih punya akses ke informasi, dan lebih kritis.
Survei LSI juga menunjukkan terjadinya peningkatan ketidakpuasan publik terhadap dinamika keadaan nasional jika dibandikan antara bulan Januari 2011 dan Juni 2011. Dari aspek ekonomi, ketidakpuasan publik meningkat dari 32.4% (Januari 2011) ke 35.7% (Juni 2011). Aspek politik juga sama dari 24.4% (Januari 2011) ke 33.9% (Juni 2011). Begitupula dengan aspek penegakan hukum, dari 31.2% (Januari 2011) ke 33.1% (Juni 2011). Dan dalam aspek keamanan, dari 11.4% (Januari 2011) ke 14.9% (Juni 2011). Meningkatnya ketidakpuasan publik di atas merupakan protes terhadap lemahnya kepemimpinan SBY dalam menangani persoalan-persoalan bangsa.
·         Lemahnya Kepemimpinan SBY
Ketua Komunitas Glodok Hermawi F Taslim mengatakan, kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat lemah. Khususnya dalam penanganan keamanan dan ketertiban masyarakat. "Kepemimpinan SBY yang lemah secara kamtibnas, dan ini tentu akan berpengaruh terhadap kepemimpinannya,"
Hermawi menambahkan, hal itu akan sangat berpengaruh pada kekuatan SBY dan partai Demokrat di pemilihan 2014 . Bagi dia, memang untuk menentukan pemimpin tidak lagi berpatokan pada persoalaan etnitas, namun pandangan publik terhadap kepemimpinan SBY yang sudah absen terhadap keamanan masyarakat sangatlah sulit untuk mendongkrak popularitas SBY dan partainya. "Memilih pemimpin memang tidak melihat etnisnya, tapi jika melihat kekecewaan rakyat dan absenya negara dalam melindungi rakyatnya dalam persitiwa-peristiwa yang menyangkut keamanan saya menduga SBY tidak sudah tidak bisa lagi," imbuhnya. "Saya duga kekuatan SBY di 2014 jauh akan lebih kecil dari sekarang, karena kekecewaan orang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," pungkasnya.
·         Rakyat Miskin
Tolok ukur angka kemiskinan rakyat bisa di jadikan acuan, apakah kesejahteraan rakyat Indonesia semakin membaik atau malah semakin menurun. Namun secara kasat mata bagi seorang awam seperti saya, melihat taraf kesejahteraan rakyat sebenarnya sangat mudah sekali yaitu dengan cara melihat seberapa banyak kaum dhuafa (pengemis ) di lampu merah. Tentu saja penilaian ini subjektif, karena menurut para ahli justifikasi, orang meminta minta di lampu merah itu karena mereka malas. Its oke man, but pertanyaan yang timbul kemudian mengapa mereka terpapar dan terhampar di wilayah itu.
Inilah namanya kemiskinan struktural. Pemerintah seharusnya mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak banyaknya sehingga tidak ada lagi kaum peminta minta di jalanan. Memang ada beberapa kota di Indonesia yang berhasil meningkatkan kesejahterakan masyarakatnya bila kita menggunakan indikator pengemis di lampu merah. Secara riel indikator ini benar, karena tersedianya lapangan kerja yang banyak akan menyebabkan warga mendapat penghasilan dalam menjamin kehidupannya sehari hari.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar