TRANSKRIP KEPEMIMPINAN SBY
PENDAHULUAN
Berakhirnya masa orde baru yang ditandai
dengan gerakan reformasi diiringi oleh berbagai
tuntutan-tuntutan reformasi. Salah satu tuntutan reformasi adalah demokratisasi
disetiap sektor kehidupan termasuk kepemimpinan seorang pemimpin dalam
hal ini presiden sebagai
kepala negara.
Maka gaya-gaya kepemimpinan pada
masa orde baru
yang cenderung bergaya
otoriter dan militeristik di
bawah komando Soeharto sulit untuk diterapkan kembali di era reformasi saat ini
karena adanya peningkatan liberalisasi/ kebebasan rakyat dan kebebasan pers
yang luas. Karena adanya peningkatan kebebasan dari komponen-komponen penyokong
sistem politik Indonesia yang saling mempengaruhi maka akan menarik
menganalisa gaya-gaya kepemimpinan kepala
negara di era reformasi saat
ini. Untuk itu
dalam tulisan ini
penulis akan menganalisa
kepemimpinan SBY dari berbagai
indikator-indikator .
INDIKATOR POSITIF KEPEMIMPINAN SBY
Tahun 2004 Susilo Bambang Yudhoyono di sumpah sebagai Presiden
Republik Indonesia ke - 6. Didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam
Pemerintahan Konstitusional secara de facto dan de jure, SBY bisa dengan
selamat menjalani pemerintahannya yang pertama sehingga Beliau terpilih kembali
menjadi Presiden RI periode 2009 2014.
Berlatar
belakang militer dan beberapa kali menjabat sebagai Menteri Kabinet
Pemerintahan sebelumnya SBY nampaknya tidak canggung berada di seputar istana.
Dibekali tingkat kecerdasan intelektual diatas rata rata, menurut hemat saya,
SBY menggunakan pola kepemimpinan wait and see and think a lot then make
wisdom. Setiap permasalahan yang dihadapi di tunggu berdasarkan jalannya waktu,
tidak ter gesa gesa, banyak melakukan pertimbangan dan kemudian baru menetapkan
keputusan yang nuansa kebijakan.
Berikut beberapa indikator positif SBY dalam
masa kepemimpinannya.
·
SBY Dalam Tipe
Militeristik
Pertama saya mengaitkan
bahwa SBY bergaya pemimpin yang bertipe militeristik. Hal ini
disebabkan karena yang mempengaruhi corak kepemimpinan seseorang
bisa berupa pendidikan dan pengalaman.
Dari segi pendidikan dan pengalaman
inilah mengindikasikan bahwa SBY memiliki gaya militeristik karena
SBY merupakan lulusan
AKABRI terbaik dan mengabdi sebagai perwira TNI
selama 27 tahun, serta
meraih pangkat Jendral TNI tahun 2000. Meskipun cukup lama didunia
militer, SBY juga
berkembang dalam
pendidikan sipil seperti memperoleh Master in Management dari Webster University, Amerika Serikattahun 1991. Lanjutan studinya
berlangsung di Institut Pertanian Bogor, dan di
tahun 2004 meraih Doktor Ekonomi
Pertanian. Pada 2005, beliau memperoleh anugerah
dua Doctor Honoris Causa,
masing-masing dari almamaternya Webster Universityuntuk ilmu hukum, dan dari
Thammasat University di Thailand ilmu politik. SertaSBY dikenal aktif dalam
berbagai organisasi masyarakat sipil.
Beliau pernah menjabat sebagai
Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance
Reform, suatu upaya bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional
untuk meningkatkan tata kepemerintahan di
Indonesia.Meskipun
SBY telah lama menyesuaikan diri dengan kepemimpinan sipilyang egaliter dan
demokratis tetapi budaya militer sebagai dasar pembentukankarakter kepemimpinan
SBY tidak bisa hilang begitu saja. Hal ini dapat kita lihatdari beberapa contoh
kasus gaya kepemimpinan militeristik SBY yang masih melekat,
seperti beberapa kali memarahi menterinya didepan umum, memarahi para bupati dan walikota seluruh Indonesia yang
tidur “takalok” ketika SBYsedang
berpidato. Kemudian beberapa
kasus ketidakharmonisan SBY
denganwakilnya JK yang terjadi karena kasus yang tidak substansial
misalnya masalahprotokoler, kinerja JK yang dianggap melewati kewenangannya
sebagai wakil presiden.
·
SBY dan Partai
Posisi SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tidak
terlepas dari kepentingan mempertahankan kedudukan sebagai Presiden. Partai
Demokrat sebagai partai peserta pemula pada Pemilu 2004 ternyata berhasil
mengusung SBY sebagai Presiden RI. Faktor keberhasilan itu terutama karena
sosok pribadi SBY. Tim sukses Partai Demokrat berhasil mengambil hati rakyat
dengan jargon teraniaya di tengah populernya Presiden Megawati yang saat itu
sebagai incumbent
Sepertinya rakyat ketika itu terlena dan kemudian jatuh hati
kepada sosok pribadi SBY yang nampaknya bisa diharapkan membawa Indonesia Raya
menjadi lebih baik dan lebih maju. Pola pencitraan itu memang berhasil dan SBY
dinobatkan menjadi Presiden didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Lima tahun Kabinet Indonesia bersatu bekerja tidak banyak
prestasi yang didulang kecuali berhasil meredakan dan meredam konflik konflik
di beberapa daerah seperti di Aceh dan Maluku. Bisa jadi keberhasilan
mengendalikan situasi keamanan dalam negeri bersebab SBY mampu mengarahkan
TNI/Polri untuk bekerja seoptimal mungkin berdasarkan arahan arahan strategis
sehingga dalam lima tahun kondisi keamanan dalam negeri bisa dikendalikan.
Pengalihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan
bakar gas (Elpiji) boleh juga dimasukkan sebagai prestasi SBY /JK. Kemampuan Jk
mensosialisasikan perubahan mendasar penghematan bahan bakar tersebut kepada
masyarakat menyebabkan posisi Wakil Presiden lebih popular disbanding SBY.
Beberapa pengamat politik menilai bahwa SBY kurang nyaman dengan kepopuleran
JK, sepertinya sinar Beliau agak silau ditengah sinar yang memancar dari sosok
JK. Inilah sebabnya ketika Pemilu 2009 kedua pasangan ini pecah kongsi.
SBY memilih Budiono sebagai pasangannya maju ke pilpres
2009. Keberhasilan SBY menduduki kursi pimpinan nasional untuk ke 2 kali nya
lebih banyak disebabkan posisi sebagai incumbent serta tidak ada calon Presiden
lain ketika itu yang sebanding dengan kualitas SBY. Kabinet Indonesia Bersatu
ke 2 bekerja melanjutkan program kerja sebelumnya, hanya saja disayangkan SBY
tidak menysusun rencana kerja seperti yang amanatkan oleh UUD 45 berupa Garis
Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pola pembangunan nasional sepertinya tidak
terarah karena tidak adanya master plan pembangunan jangka panjang dan jangka
sedang. Untunglah di 3 tahun terakhir Hatta Rajasa dalam kapasitasnya sebagai
Menterti Koordinator Perekonomian menggagas Masterplan Percepatan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai GBHN Pembangunan Indonesia.
·
SBY Politik Luar Negeri
Tampilan SBY di kancah internasional boleh juga di apresiasi
sebagasi suatu kinerja positif selama 10 tahun pemerintahan. Indonesia tampil
di event event politik tingkat dunia, bahkan sering kali menjadi tuan rumah.
Hanya saja masalah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri masih
belum tuntas dikerjakan. Terjadi moratorium TKW di Negara Timur Tengah dengan
alasan untuk melindungi tenaga kerja tersebut sembari meninjau ulang tentang
kualitas TKW yang akan di kirim ke luar negeri. Inilah pokok permasalahan TKW
sehingga mereka sering dilecehkan majikan karena kurangnya bekal pengetahuan
dan ketrampilan sebagai duta Indonesia.
Satu lagi yang membanggakan dari sosok SBY adalah ketika
beliau tampil di kancah internasional. Sosok tubuhnya yang tinggi besar ketika
berfoto bersama tokoh tokoh dunia lainnhya, terlihat SBY sebagai etalase bangsa
Indonesia yang gagah perkasa dan berwibawa.
·
SBY dan Musik
Akhirnya kita bisa memaklumi kenapa SBY mempunyai hobby
menciptakan lagu dan kemudian mendedangkannya. Permakluman itu bisa kita
berikan kepada beliau mengingat ditengah beratnya tugas sebagai Presiden, SBY
memerlukan suasana rehat dan santai. SBY memilih menyalurkankan kegalauannya dalam
bidang musik. Pilihan ini tidak salah dari pada Beliau menyalurkan cerobong
asap stress kebidang yang tidak produktif.
Rakyat harus ikhlas menerima kondisi seorang Presiden yang
gemar menyanyi, paling tidak para seniman mendapatkan sosok pesohor yang bisa
bergabung dengan komunitas seni. SBY pandai bermain gitar diwaktu senggang
tanpa mengganggu tugasnya sebagai Presiden, Disamping itu SBY tidak
menganjurkan Para Mentri Kabinet bernyanyi ria, hanya saja ada beberapa
pembantu dekat Presiden ikut ber olahraga Golf untuk membugarkan stamina
seminggu sekali
Sepuluh tahun menjadi dambaan dan harapan 250 juta rakyat
bukan pekara mudah. Heterogenitas Bangsa Indonesia baik dari suku, agama, ras
dan antar golongan (SARA) maupun dari tingkah laku rakyat yang sangat beragam
dihadapi SBY dengan tenang. Menghadapi heterogenitas tersebut, SBY selalu
mengacu kepada pemahaman ideologi Pancasila secara utuh dan meletakkan
kepentingan nasional diatas segalanya apalagi kepentiungan pribadi. Masalah
masalah pemerintahan dan kenegaraan bisa diselesaikan SBY dengan baik walaupun
terkesan agak lamban dalam pengambilan keputusan. Namun jauh dari itu semua,
SBY mampu mempertahnkan Indonesia Raya tidak terpecah pecah menjadi negara
negara bagian. Inilah nilai plus SBY yang bisa dibanggakan oleh rakyat
Indonesia dan bagi dirinya sendiri.
Dalam 10 tahun kepemimpinan SBY jarang sekali emosi dalam
menghadapi setiap tekanan kepada diri pribadi atau keluarga. Kalaupun beliau
sampai terpancing marah dalam beberapa peristiwa bisa kita maklumi karena
sebagai manusia biasa, bisa jadi ketika itu SBY sedang letih atau lelah
ditengah kesibukannya yang luar biasa.
Peran Ibu Negara masih dalam batas batas normal, Ibu Ani
Yudhoyono tidak aktif mencampuri urusan pemerintahan sehingga SBY sangat Independent
dalam melaksanakan pemerintahan. Issue issue yang berkembang terkait masalah
keluarga pernah mencuat dengan munculnya sosok Bunda Putri. Namun issue issue
itu segera rontok setelah SBY menjelaskan duduk pekara yang sebenarnya di
dukung oleh fakta dan data. Semua terpaan itu bisa dihadapi karena memang
kemampuan komunikasi verbal SBY diatas rata rata, baik disampaikan dalam bahasa
Indonesia maupun dalam bahasa Inggris.
INDIKATOR NEGATIF
KEPEMIMPINAN SBY
Berikut beberapa indikator negaif dalam kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono
·
Ketidakpuasan
Publik
Untuk
pertama kalinya sejak tahun 2009, tingkat kepuasan pemilih atas kinerja
Presiden SBY turun di bawah 50%. Bila dibandingkan dengan Survei LSI pada
periode januari 2011, tingkat kepuasan atas kinerja SBY di bulan Juni 2011
turun 9.5%, dari 56.7% (Januari 2011) menjadi 47.2% (Juni 2011).
Demikianlah
salah satu temuan survei yang dilakukan oleh LSI pada awal Juni 2011
(Pengumpulan data dilakukan pada 1-7 Juni 2011). Sampel diambil secara acak
dengan Jumlah responden sebanyak 1200, mewakili 33 provinsi, berdasarkan
standard multi-stage random sampling. Wawancara dilakukan dengan tatap muka,
sehingga mencakup seluruh populasi dan margin of error sebesar plus minus 2.9%.
Merosotnya
tingkat kepuasan publik atas SBY dapat dilihat dari aneka segmen. Bila dilihat
dari distribusi pemilih di tingkat desa dan kota, menunjukkan bahwa kepuasan
pemilih atas kinerja SBY di kota sebesar 38.9%, jauh lebih kecil bila
dibandingkan dengan kepuasan publik di desa sebesar 52.5%. Begitupula dengan
kepuasan pemilih pada segmen pendidikan menunjukkan kepuasan publik yang
berpendidikan tinggi jauh lebih kecil (39.5%) bila dibandingkan kepuasan publik
setingkat SLTP ke bawah (di atas 50%). Itu berarti, pemilih di kota dibandingkan
di desa dan yang berpendidikan tinggi dibandingkan yang berpendidikan SLTP ke
bawah, memang lebih punya akses ke informasi, dan lebih kritis.
Survei LSI
juga menunjukkan terjadinya peningkatan ketidakpuasan publik terhadap dinamika
keadaan nasional jika dibandikan antara bulan Januari 2011 dan Juni 2011. Dari
aspek ekonomi, ketidakpuasan publik meningkat dari 32.4% (Januari 2011) ke
35.7% (Juni 2011). Aspek politik juga sama dari 24.4% (Januari 2011) ke 33.9%
(Juni 2011). Begitupula dengan aspek penegakan hukum, dari 31.2% (Januari 2011)
ke 33.1% (Juni 2011). Dan dalam aspek keamanan, dari 11.4% (Januari 2011) ke
14.9% (Juni 2011). Meningkatnya ketidakpuasan publik di atas merupakan protes
terhadap lemahnya kepemimpinan SBY dalam menangani persoalan-persoalan bangsa.
·
Lemahnya
Kepemimpinan SBY
Ketua
Komunitas Glodok Hermawi F Taslim mengatakan, kepemimpinan presiden Susilo
Bambang Yudhoyono sangat lemah. Khususnya dalam penanganan keamanan dan
ketertiban masyarakat. "Kepemimpinan SBY yang lemah secara kamtibnas, dan
ini tentu akan berpengaruh terhadap kepemimpinannya,"
Hermawi
menambahkan, hal itu akan sangat berpengaruh pada kekuatan SBY dan partai
Demokrat di pemilihan 2014 . Bagi dia, memang untuk menentukan pemimpin tidak
lagi berpatokan pada persoalaan etnitas, namun pandangan publik terhadap
kepemimpinan SBY yang sudah absen terhadap keamanan masyarakat sangatlah sulit
untuk mendongkrak popularitas SBY dan partainya. "Memilih pemimpin memang
tidak melihat etnisnya, tapi jika melihat kekecewaan rakyat dan absenya negara
dalam melindungi rakyatnya dalam persitiwa-peristiwa yang menyangkut keamanan
saya menduga SBY tidak sudah tidak bisa lagi," imbuhnya. "Saya duga
kekuatan SBY di 2014 jauh akan lebih kecil dari sekarang, karena kekecewaan
orang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," pungkasnya.
·
Rakyat
Miskin
Tolok ukur angka kemiskinan rakyat bisa di jadikan acuan, apakah
kesejahteraan rakyat Indonesia semakin membaik atau malah semakin menurun.
Namun secara kasat mata bagi seorang awam seperti saya, melihat taraf
kesejahteraan rakyat sebenarnya sangat mudah sekali yaitu dengan cara melihat
seberapa banyak kaum dhuafa (pengemis ) di lampu merah. Tentu saja penilaian
ini subjektif, karena menurut para ahli justifikasi, orang meminta minta di
lampu merah itu karena mereka malas. Its oke man, but pertanyaan yang timbul
kemudian mengapa mereka terpapar dan terhampar di wilayah itu.
Inilah
namanya kemiskinan struktural. Pemerintah seharusnya mampu menciptakan lapangan
kerja sebanyak banyaknya sehingga tidak ada lagi kaum peminta minta di jalanan.
Memang ada beberapa kota di Indonesia yang berhasil meningkatkan kesejahterakan
masyarakatnya bila kita menggunakan indikator pengemis di lampu merah. Secara
riel indikator ini benar, karena tersedianya lapangan kerja yang banyak akan
menyebabkan warga mendapat penghasilan dalam menjamin kehidupannya sehari hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar